CATATAN DARI RUMAH SAMPING KANTOR
Hari-hari ini adalah hari yang prihatin bagi banyak orang. Ketika semua orang harus di rumah tayangan tv dan medsos isinya
Covid-19 dan tetek-bengek bad news nya.
Di luar rumah, kita bukan manusia kalau tidak terenyuh melihat Tukang becak, PKL, PHL sampai Petani, Buruh Pabrik, yang hari-hari ini waswas kalau dapur tidak ngebul. Astaghfirullah!
Seperti perang dunia atau lebih kejam, dampak covid-19 dahsyat tak terperih.
Bukan saja ancaman kematiannya, ketakutannya saja sudah bikin orang mati sebelum benar-benar mati. Alamak!
Kita yang beragama Islam belum terbayang kalau berbulan-bulan tidak shalat Jum'at, bulan puasa tarawih di rumah dan shalat Idul Fitri ditiadakan. Tapi itulah faktanya saat penyakit sepele harian seperti flu bisa membunuh.
Saat seperti ini baiknya memang bertindak nyata bukan ngoceh dan berbusa-busa. Tapi apa boleh buat curhat itu penting, minimal untuk memberi tahu kalau kita masih hidup. Ok kita bertindak semampunya: bagi masker, bagi sembako, semprot sana-sini. Tapi masa cuma begitu?
Masyarakat Seperti Saya ini Hanyalah tugasnya ngoceh. Ok kita ngoceh. Semoga ocehan ini bisa membuat semua orang kenyang dan sementara melupakan cicilan yang katanya ditangguhkan.
Setiap negara punya cara dan strateginya untuk menghadapi masalah. Jadi tidak perlu ada yang disalahkan kalau sampai rakyatnya tidak tahu apa yang dilakukan pemerintah.
Kita tidak perlu maksa-maksa lockdown kaya di film-film, toh kenyataannya tiga ribu lebih orang Tiongkok mati juga meski lockdown.
Tidak perlu rapid test gila-gila an kayak Korsel, kenyataannya di negeri ini banyak orang hamil akhirnya ketahuan juga walau tanpa dites.
Apalagi tracing kaya Singapura itu gak make sense kalau diterapin disini, kita sudah terbiasa pakai surat tugas kalau mau melacak orang dan itu pun tidak dijamin ketemu.
Anda yang tidak setuju dengan ini semua boleh kecewa, tapi tidak boleh menyalahkan siapa-siapa. Tidak baik saling menyalahkan di negeri serba salah.
Syukurlah akhirnya Presiden kita berbaik hati. 450 triliun pendanaan darurat digelotorkan untuk mengatasi krisis ini. Untuk penangan Covid-19 dianggarkan 75 Triliun.
Anggaran yang seharusnya cukup mengatasi pengadaan APD, ventilator, RS darurat dan bonus untuk dokter/tenaga kesehatan. Untuk Jaring Pengaman Sosial disiapkan 110 T, terbesar sejak republik ini lahir. Mencakup tambahan santunan PKH, kartu sembako, kartu pra-kerja hingga listrik gratis sementara yang 450VA dan diskon 50% yang 900 VA yang bersubdi yang ditandai dengan Kode RIM yang menjangkau sampai 31 juta rumah tangga.
Dan terakhir 150 triliun untuk pemulihan dampak ekonomi dari Covid-19. Tidak banyak yang tahu yang terakhir ini digunakan untuk apa, yang penting soal kesehatan dan sosial sudah diberi perhatian cukup. Sampai disini kita harus senang dan berterima kasih, semoga Tuhan memberkati. Sumber pendanaan darurat Covid tentu saja APBN, soal uangnya dari mana baca saja PP 54 tahun 2020, syaratnya gak boleh kaget soal utang-mengutang.
Akibat dampak covid-19 yang tidak terduga hampir semua negara membuat legislasi darurat, tak terkecuali Indonesia.
Memang fokus legislasi yang dibuat negara-negara itu berbeda, ada yang prioritas penanganan covid nya ada pula yang prioritas dampak ekonominya.
Di Indonesia lahir PERPPU nomor 1 tahun 2020 tentang KEBIJAKAN KEUANGAN NEGARA DAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN UNTUK PENANGANAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE (Covid-19). 2 April kemarin PERPPU ini sudah diserahkan ke DPR untuk dibahas di masa sidang ini. Semua orang bebas beropini atau mengkritik, misalnya kenapa pemerintah lebih menganggap berbahaya dampak ekonomi nya daripada pandeminya.
Tapi harus diingat selama Anda tidak berkuasa hanya itu yang bisa Anda lakukan.
Kita setuju bahwa tidak mungkin menghadapi Covid-19 tanpa PERPPU ini, karena hanya dengan PERPPU ini "ada ruang fiskal di APBN untuk mengatasi Covid-19 dan dampaknya.
Tapi bagaimana jika di dalam PERPPU ini ada penumpang gelap, bagaimana jika ada orang jahat yang menggunakan PERPPU ini untuk membobol uang negara?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terlalu panjang untuk dijawab dalam tulisan ini. Tapi yang paling mengkhawatirkan ada pasal yang sangat berbahaya dan rentan disalah gunakan dalam PERPPU ini. Pasal 27 menyatakan semua biaya yang dikeluarkan berdasarkan PERPPU ini adalah biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dan bukan kerugian negara, para pejabat pelaksana PERPPU ini tidak bisa dituntut secara pidana maupun perdata, dan segala tindakan dan kebijakan berdasarkan PERPPU ini bukan objek gugatan. Mari berdoa, semoga PERPPU ini bukan pintu masuk mega-skandal seperti BLBI dan Centuri.
SEMOGA ALLAH BERKENAN MENOLONG BANGSA INI.
0 comments:
Post a Comment