Jumat kemaren tiba-tiba HP gue (yg lagi silence mode) terus-terusan bergetar. Gue jadi bingung, sebenernya nih Hp ato vibrator?!. Jangan-jangan hp gue ada fasilitas vibratornya lagi???. Sungguh fasilitas yg mubazir bagi seorang pemuda, meskipun kesepian (buat apa coba?). Ato bisa jadi ini adalah produk vibrator NOKIA dengan fasilitas hp (wow teknologi yg inovatif). Entahlah, gue belum sempet nanya ke counter NOKIA.Mendadak semua orang yg gue kenal, mulai dari bokap, adek, saudara, temen, sampe tetangga, pada nanyain: bener ga sih di Ciputat ada terorist yg digrebek sama densus 88? kosan lu jauh ga dari tempat penggrebekan? lu ikut nonton donk! katanya mahasiswa UIN Jakarta ada yg terlibat lho? bla bla bla... Gue sendiri malah bengong ga tau apa-apa. Bukannya gue yg ngejawab pertanyaan mereka. Eh malah mereka yg asik cerita.
Gue sendiri sih ga mo ambil pusing dengan semua nama teroris yg disodorkan oleh media pada kita. Gue juga ga mo tau tentang orang yg pada sibuk mencari-cari jaringan sel Noordin M Top di Negara ini. Gue cuman peduli pada satu hal, sebenernya siapa sih teroris itu?
Orang lebih suka menunjuk ke luar, daripada introspeksi dirinya. Mereka sibuk menemukan teroris yg berjenggot, padahal kambing juga berjenggot, tapi kita semua ga ada yg percaya kalo kambing teroris (iya toh, bener toh, enak toh, asik toh?). Teroris bisa saja berjas dan berdasi. Berseragam militer. Duduk di singgasana. Jangan-jangan karena kita sibuk mencari teroris di luar, kita lupa bahwa sebenarnya "kita"lah yg benar-benar teroris.
Apa kriteria mahluk yg dicap "biadab" ini? para pembunuhkah? Kalo itu yg dijadikan patokan. Bukannya para "pembunuh" itu juga saat ini dikejar oleh "pembunuh" lainnya. Itu berarti ada teroris yg mengejar teroris. (ambigu)
Atau kita bisa saja berkata teroris adalah "orang yg menebar teror". Tapi lagi-lagi di Negara ini banyak kelompok yg menebar teror. Para cendekiawan yg berkoar-koar di televisi misalnya. Omongan mereka kok serasa lebih meneror saya, daripada memperkaya wacana. Belum lagi beberapa organisasi yg siap menghalalkan darah bagi mereka yg tidak se-ide.
Mereka yang meresahkan rakyat dengan kebijakannya, korupsinya, nepotismenya, apakah lolos dari ungkapan teroris? itu semua terserah pada kalian.Orang lebih suka menunjuk ke luar, daripada introspeksi dirinya. Mereka sibuk menemukan teroris yg berjenggot, padahal kambing juga berjenggot, tapi kita semua ga ada yg percaya kalo kambing teroris (iya toh, bener toh, enak toh, asik toh?). Teroris bisa saja berjas dan berdasi. Berseragam militer. Duduk di singgasana. Jangan-jangan karena kita sibuk mencari teroris di luar, kita lupa bahwa sebenarnya "kita"lah yg benar-benar teroris.
Apa kriteria mahluk yg dicap "biadab" ini? para pembunuhkah? Kalo itu yg dijadikan patokan. Bukannya para "pembunuh" itu juga saat ini dikejar oleh "pembunuh" lainnya. Itu berarti ada teroris yg mengejar teroris. (ambigu)
Atau kita bisa saja berkata teroris adalah "orang yg menebar teror". Tapi lagi-lagi di Negara ini banyak kelompok yg menebar teror. Para cendekiawan yg berkoar-koar di televisi misalnya. Omongan mereka kok serasa lebih meneror saya, daripada memperkaya wacana. Belum lagi beberapa organisasi yg siap menghalalkan darah bagi mereka yg tidak se-ide.
Inget sama pepatah Bang Napi, "kejahatan (terorisme) tidak hanya muncul karena ada niat, tapi juga karena adanya kesempatan". Bisa jadi gue dan kalian sebenarnya adalah teroris yg lagi ngantri alias menunggu giliran untuk dilabelin. Apapun aktivitas dan status lu bisa mengubah lu menjadi teroris.
Para direktur utama perusahaan bisa jadi teroris bagi karyawannya. Dosen bisa jadi teroris bagi mahasiswanya. Mahasiswa bisa jadi teroris bagi orang tua mereka. Presiden bisa jadi teroris bagi rakyatnya. Lalu siapa yg bisa lolos dari jeratan term teroris??? Tidak ada. Lalu kenapa kita ikut-ikutan mengutuk orang, kalo diri kita sendiri adalah terkutuk. Bukannya sesama pencopet dilarang mencopet?
Tulisan ini hanya sebagai bahan renungan buat kita bersama. Bukan untuk menghakimi diri kita. Apalagi menggurui, enggak ada niat sama sekali. Kenali diri, sebelum memberikan label pada orang lain. Alangkah indahnya kalo kita tidak asal mengucilkan, menghina, men-cap, menghakimi orang yg menempuh jalurnya yg berbeda dengan kita.
Wa Allahu a'lam bi Showab...
Para direktur utama perusahaan bisa jadi teroris bagi karyawannya. Dosen bisa jadi teroris bagi mahasiswanya. Mahasiswa bisa jadi teroris bagi orang tua mereka. Presiden bisa jadi teroris bagi rakyatnya. Lalu siapa yg bisa lolos dari jeratan term teroris??? Tidak ada. Lalu kenapa kita ikut-ikutan mengutuk orang, kalo diri kita sendiri adalah terkutuk. Bukannya sesama pencopet dilarang mencopet?
Tulisan ini hanya sebagai bahan renungan buat kita bersama. Bukan untuk menghakimi diri kita. Apalagi menggurui, enggak ada niat sama sekali. Kenali diri, sebelum memberikan label pada orang lain. Alangkah indahnya kalo kita tidak asal mengucilkan, menghina, men-cap, menghakimi orang yg menempuh jalurnya yg berbeda dengan kita.
Wa Allahu a'lam bi Showab...
0 comments:
Post a Comment